Assalamualaikum, sahabat
Sahabat, sudah kah sahabat bersedih pada hari ini? Sudahkah sahabat meluangkan sedikit waktu untuk bersedih diantara tawa & senda gurau? Sudahkan hari ini kita mengagendakan waktu untuk bersedih?
Mari kita awali bacaan ini dengan sebuah hadist:
“Bagi iblis, tidak ada yang lebih mengagumkan daripada kegelapan, kepekatan dan padamnya cahaya kalbu. Sedangkan baginya tidak ada yang lebih berat daripada cahaya, kebeningan, kebersihan dan kecermelangan. Hati yang terang dan bercahaya adalah hatinya orang yang selalu awas, penuh rasa takut, bersedih dan berfikir.” (Al-Muhasib)
Sahabatku, dalam hadist diatas disebutkan bahwa hati yang terang & bercahaya adalah hatinya orang yang selalu awas, penuh rasa takut, bersedih dan berfikir. Kita butuh bersedih. Namun bukanlah kesedihan atas urusan dunia. Sedih bukan karena ditinggal orang yang dicintainya, bukan karena gagal mencapai obsesi dunia, bukan juga sedih karena tak mendapatkan perhatian manusia. Kita butuh bersedih dalam 3 perkara, yaitu; kurangnya amal keaikan, hilangnya kesabaran, dan rendahnya rasa syukur kepada Allah.
Sedih itu adalah sebuah rasa yang dikaruniakan kepada kita, kawan. Dalam Al Quran, Allah menyebutkan orang yang banyak menangis adalah salah satu tanda dia telah dikaruniai cahaya ma’rifat di dalam hatinya. Allah berfirman;
“….Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud…Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Israa: 107 dan 109)
Meskipun amal kita bertumpuk-tumpuk, meskipun bergunung-gunung, itu semua takkan menyaingi kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepada kita. Lantas apa yang kita banggakan dari amal kita tersebut? Kita bisa melakukan amal kebaikan hakekatnya karena Allah. Lihatlah, bandingkanlah nikmat-nikmat pemberian Allah dengan amal-amal kebaikan kita, maka kita akan melihatnya bagaikan buih dalam lautan luas. Dan terkadang kita masih memamerkan amal-amal itu dan ingin dipuji. Rusaklah amal-amal tersebut. Terbakarlah amal-amal tersebut
Lihatlah kesedihan Ustman dalam sebuah hadist
Suatu hari ketika melewati kuburan, beliau menangis sesenggukan sampai jenggotnya basah. Maka sesorang bertanya: “Anda mengingat surga dan neraka tidak menangis. Tapi, karena ini saja anda menangis?!” Ustman lantas menjawab: “Sesungguhnya kubur adalah awal tempat tinggi dari antara beberapa tempat tinggal akhirat. Jika selamat di kubur, maka sesudahnya akan lebih mudah baginya. Jika dia tidak selamat di kubur, maka sesudahnya lebih hebat lagi!”(HR. Bukhari).
Maka setidaknya kita patut sejenak menyimpan renyahnya tawa, dan membuka lebih banyak ruang kesedihan. Setidaknya demi satu hal, yang oleh Rasulullah telah dikabarkan, bahwa ia adalah pengering kesalahan dan penggugur dosa. “Jika kulit seorang hamba mengerut karena takut kepada Allah maka berguguranlah dosanya dari dirinya, sebagaimana daun yang berguguran dari pohon yang kering”(HR. At-Thabrani).
Orang-orang yang beriman telah menjadikan sedih menjadi kebiasaan. Namun apakah mereka tak punya waktu untuk menikmati hidup, berbahagia, dan melempar senyuman kepada dunia?
Tentu tidak, bahkan orang-orang yang dekat dengan Allah sesungguhnya yang paling berhak menikmati hidup. Bukan hanya boleh berbahagia, tapi wajib bahagia. Lihatlah bagaimana wajah berseri adalah salah satu akhlak mulia seorang mukmin. Rasulullah bersabada,”Janganlah meremehkan kebaikan sedikitpun, walau sekedar bertemu saudaramu dengan wajah berseri-seri.”
Meskipun Nabi adalah orang yang paling banyak bersedih tapi beliau juga orang paling bahagia di dunia. Karena sedih beliau bukan sedih urusan dunia yang cuma mendatangkan kesempitan dan keputusasaan. Sedih beliau berkelas. Sedih yang membuat hati ridha, jiwa lapang, kemudian tercermin dalam wajah berseri-seri yang tak dibuat-buat.
Memang tak bisa dilogika orang yang sedih malam harinya menjadi paling murah senyum pada siang harinya. Tak perlu aneh dengan orang yang pucat dalam tahajjudnya menjadi berseri dalam perkumpulannya. Allah pemegang hati manusia, Dialah yang menentukan hati manusia itu menjadi ridha atau tidak. Membuat hati lapang, bagi Allah tidaklah rumit. Sebuah resep dari Rasulullah, “Barangsiapa takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya (sedang dirinya menjadi tidak takut). Barangsiapa tidak takut kepada Allah, maka Allah menjadikannya takut kepada segala sesuatu.”(HR. Al-Baihaqi).
Maka sisakan sedikit waktu untuk bersedih, bukan untuk dunia yang fana ini. Tapi untuk akhirat yang semakin mendekat sejalannya dengan waktu. Berbahagialah bila kawan bisa bersedih. Dan bersedihlah agar sahabat selalu berbahagia. Karena tak akan ada kebahagiaan tanpa kesedihan dan tak akan ada kesedihan tanpa kebahagiaan.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar